Museum Ratusan Naskah Kuno
Museum Ratusan Naskah Kuno
Museum
memang sejatinya menyimpan sekaligus melestarikan benda-benda
peninggalan sejarah masa lalu bangsa. Tidak hanya itu museum juga
mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan
hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting
bagi Kebudayaan dan llmu Pengetahuan.
Seperti
yang kita tahu di museum itu terdapat berbagai macam benda kuno, dari
patung, artefak, atau benda-benda bersejarah lainnya, termasuk juga
naskah kuno. Nah, di beberapa museum di Indonesia ada museum yang
menyimpan banyak koleksi-koleksi naskah yang umurnya rata-rata lebih tua
dari museumnya itu sendiri, di museum mana sajakah yang banyak
menyimpan koleksi-kolksi kuno itu
Museum pertama adalah Museum Sri Baduga di Jalan Peta, Bandung,
di museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 ini memiliki koleksi naskah
kuno yang lumayan banyak, yaitu kurang lebih 147 naskah kuno. Yang
berasal dari sejumlah daerah di Jawa Barat Naskah kuno yang dikoleksi
seperti Cacarakan (Haracaraka-Jawa), Jawa kuno, Pegon (Arab Sunda),
Sunda kuno, dan naskah yang lainnya. Naskah-naskah tersebut ditulis
dengan menggunakan berbagai huruf kuno seperti huruf Sunda kuno, Jawa
Kuno hingga bertuliskan huruf Palawa.
foto:www.toscaqueen-museumsribaduga.blogspot.com |
Naskah-naskah
itu berisi ajaran sastra, agama, pedoman hidup, kesehatan, adat
istiadat, dan silsilah. Hampir sebagian besar naskah itu dipengaruhi
oleh budaya India karena kebanyakan berasal dari zaman yang banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu.
Keberadan
naskah-naskah itu memiliki arti dan nilai yang tinggi salah satunya
karena mengungkapkan kondisi sosial budaya mayarakat Sunda tempo dulu
yang dituliskan di daun lontar, kertas Eropa, logam dan kayu
Kedua, ada Museum Bengkulu
yang mempunyai jumlah koleksi yang hampir sama dengan museum Sri
Baduga, yaitu sekitar 120-an koleksi. Naskah koleksi dari museum ini
sebagiannya adalah naskah kuno "ka ga nga. Ka ga nga ini merupakan
tulisan asli masyarakat Melayu Bengkulu yang berasal dari aksara semit
kuno, proto melayu, selain di Bengkulu
ka ga nga juga terdapat di Jambi, dan Lampung tulisan ini berasal dari
aksara Palawa. Huruf ka ga nga untuk masyarakat Suku Serawai di Bengkulu
dikenal dengan tulisan ulu atau serat ulu, sedangkan untuk suku rejang
dikenal dengan tulisan rencong.
Huruf
ka ga nga sendiri lahir menjelang abad ke 12, huruf ini merupakan
bagian dari tulisan aksara semit kuno atau lebih spesifik dari proto
sumatra bahkan di Bandung ka ga nga juga dikenal lahir dari aksara
Palawa atau naskah Melayu
Dari
beberapa naskah yang dikoleksi di museum ini kebanyakannya adalah
tulisan yang berisikan kitab pengobatan, penyakit, kisah atau kejadian
alam semesta, cerita tentang sang kancil, hukum adat, pantun, tata cara
hubungan kaum muda, tata cara bertani, pantun, serta jampi dan mantra.
Tulisan ka ga nga untuk suku Rejang Lembak terdiri atas 23 kata
sedangkan Serawai Pasemah terdiri atas 28 kata dan memiliki 13 tanda
baca. (berbagai sumber)